Gerakan Pemuda (GP) Ansor adalah salah satu organisasi kepemudaan terbesar di Indonesia, yang tidak hanya dikenal sebagai badan otonom Nahdlatul Ulama (NU), tetapi juga sebagai kekuatan sosial yang gigih dalam mengawal keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Sejarahnya yang panjang merupakan cerminan dari dinamika perjuangan bangsa, mulai dari pergerakan kemerdekaan, pergolakan politik, hingga tantangan ideologi di era kontemporer.
Cikal Bakal: Semangat Kebangsaan di Kalangan Pemuda NU
Akar sejarah GP Ansor dapat ditelusuri kembali ke tahun 1924, dua tahun sebelum NU resmi berdiri. Atas inisiatif KH. Abdul Wahab Hasbullah, seorang ulama visioner, berdirilah sebuah organisasi pemuda bernama Syubbanul Wathan (Pemuda Tanah Air) di Surabaya. Organisasi ini menjadi wadah bagi para pemuda untuk menanamkan semangat nasionalisme yang dibalut dengan ajaran Islam Ahlussunnah wal Jama'ah (Aswaja). Mars "Yalal Wathan" yang populer hingga kini adalah warisan dari semangat kebangsaan yang digelorakan oleh Syubbanul Wathan.
Seiring berjalannya waktu, berbagai organisasi pemuda berbasis NU mulai bermunculan di berbagai daerah, seperti Nahdlatul Syubban (Pemuda NU). Tumbuhnya kesadaran akan pentingnya menyatukan langkah membuat para pemuda NU merasa perlu untuk membentuk sebuah wadah tunggal yang lebih terorganisir di bawah naungan jam'iyah NU.
Kelahiran Ansor: Inspirasi dari Sahabat Nabi
Momen bersejarah kelahiran GP Ansor terjadi pada 24 April 1934 (bertepatan dengan 10 Muharram 1353 H). Dalam Muktamar ke-9 NU di Banyuwangi, Jawa Timur, organisasi kepemudaan ini resmi didirikan dengan nama Ansoru Nahdlatul Oelama (ANO).
Nama "Ansor" sendiri diusulkan oleh KH. Abdul Wahab Hasbullah, terinspirasi dari kisah para Kaum Anshar, yaitu penduduk Madinah yang dengan tulus ikhlas memberikan pertolongan dan perlindungan kepada Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya (Kaum Muhajirin) saat hijrah. Filosofi ini menjadi ruh perjuangan organisasi: para pemuda NU diharapkan menjadi penolong, pejuang, dan benteng yang loyal dalam menyebarkan ajaran Islam Aswaja serta membela ulama dan bangsa.
ANO dengan cepat berkembang dan menunjukkan perannya. Dalam Muktamar NU ke-15 di Surabaya pada tahun 1940, ANO secara resmi diterima sebagai bagian dari keluarga besar NU dan diakui sebagai badan otonomnya.
Peran di Era Perjuangan Fisik dan Pergolakan Politik
Ketika Indonesia memasuki era perjuangan kemerdekaan, kader-kader Ansor turut aktif dalam laskar-laskar perjuangan. Mereka terlibat langsung dalam pertempuran melawan penjajah, puncaknya saat meletusnya Resolusi Jihad yang dikumandangkan oleh Hadratus Syekh KH. Hasyim Asy'ari pada 22 Oktober 1945.
Pada era pasca-kemerdekaan, terutama saat suhu politik memanas pada dekade 1960-an, Ansor mengambil posisi tegas. Untuk menghadapi tantangan keamanan dan ideologis, khususnya dari Partai Komunis Indonesia (PKI), GP Ansor membentuk satuan khusus yang dikenal sebagai Barisan Ansor Serbaguna (Banser) pada tahun 1962. Banser didirikan untuk menjadi garda terdepan dalam menjaga kiai, pesantren, dan keutuhan bangsa dari ancaman ideologi anti-Tuhan.
Dinamika di Era Orde Baru dan Kebangkitan di Era Reformasi
Selama masa Orde Baru, ruang gerak organisasi masyarakat, termasuk GP Ansor, cukup terbatas. Namun, Ansor tidak pernah padam. Mereka tetap fokus pada kegiatan-kegiatan sosial, keagamaan, dan pemberdayaan masyarakat di tingkat akar rumput, sejalan dengan semangat NU untuk "Kembali ke Khittah 1926".
Era Reformasi 1998 menjadi titik balik bagi kebangkitan kembali GP Ansor sebagai kekuatan sosial yang signifikan. Di tengah euforia demokrasi, muncul pula ancaman baru seperti radikalisme, ekstremisme, dan gerakan transnasional yang berusaha merongrong Pancasila dan NKRI. Menjawab tantangan ini, GP Ansor dan Banser tampil di garis depan sebagai pengawal Pancasila, penjaga kebinekaan, dan pembela Islam moderat (Islam Nusantara). Slogan "NKRI Harga Mati!" menjadi pekik perjuangan yang melekat erat dengan identitas mereka.
GP Ansor Kini: Modern, Dinamis, dan Tetap Setia
Memasuki abad ke-21, GP Ansor terus bertransformasi menjadi organisasi modern tanpa meninggalkan akarnya. Selain aktif dalam isu-isu kebangsaan dan keagamaan, Ansor kini juga merambah bidang-bidang lain seperti pemberdayaan ekonomi umat, literasi digital, advokasi sosial, dan bantuan kemanusiaan.
Dari Syubbanul Wathan hingga menjadi GP Ansor yang memiliki jutaan kader di seluruh dunia, jejak sejarahnya telah membuktikan bahwa ia bukan sekadar organisasi kepemudaan biasa. GP Ansor adalah benteng ulama, penggerak masyarakat, dan garda terdepan yang tak kenal lelah menjaga harmoni antara Islam dan keindonesiaan.